Waspada DBD di Musim Hujan, Berikut 6 Strategi dan langkah pencegahan

Memasuki musim hujan di berbagai daerah di Indonesia, kewaspadaan terhadap berbagai penyakit terutama penyakit yang sering muncul pada musim hujan menjadi sangat penting. Salah satu penyakit tersebut adalah Demam Berdarah Dengue (DBD).

Di Indonesia, dengue merupakan masalah kesehatan serius karena prevalensinya cukup tinggi dan sering menimbulkan kejadian luar biasa (KLB). Secara kumulatif pada 2023 dilaporkan terdapat 114.720 kasus dengan 894 kematian. Pada minggu ke-43 tahun 2024, dilaporkan 210.644 kasus dengan 1.239 kematian akibat DBD yang terjadi di 259 kabupaten/kota di 32 provinsi. Suspek dengue yang dilaporkan melalui SKDR secara kumulatif hingga minggu ke-43 mencapai 624.194 suspek.

Tentunya dengan meningkatnya kasus DBD, pemerintah telah melakukan upaya-upaya untuk mencegah terjadi nya kejadian luar biasa akibat penyakit tersebut. Salah satu upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yakni budaya pemberantasan sarang nyamuk serta terlaksananya gerakan satu rumah satu jumantik.

Kemenkes juga telah mengeluarkan strategi nasional penanggulangan nasional penanggulangan dengue tahun 2021 hingga 2025 dengan enam strategi, yakni :

  1. Penguatan manajemen vektor yang efektif, aman, dan berkesinambungan.
  2. Peningkatan akses dan mutu tatalaksana dengue.
  3. Penguatan surveilans dengue yang komprehensif serta manajemen KLB yang responsif.
  4. Peningkatan pelibatan masyarakat yang berkesinambungan.
  5. Penguatan komitmen pemerintah, kebijakan manajemen program, dan kemitraan.
  6. Pengembangan kajian, invensi, inovasi, dan riset sebagai dasar kebijakan dan manajemen program berbasis bukti.

Selain itu, melalui langkah-langkah antisipasif pada awal musim penghujan perlu dilakukan sebagai berikut :

  1. Melakukan upaya mencegah penyebaran DBD antara lain dengan penggerakan masyarakat dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) melalui kegiatan 3M Plus, yaitu :
  • Menguras dan menyikat dinding tempat penampungan air seperti bak mandi dan drum.
  • Menutup rapat-rapat tempat penampungan air seperti drum, tempayan dan lain-lain.
  • Mendaur ulang atau memanfaatkan kembali barang bekas yang memiliki potensi untuk dijadikan tempat perkembangbiakan nyamuk seperti botol bekas, ban bekas dan lain-lain.

Plus Cara Lain: memantau wadah air yang dapat menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti, mengganti air vas bunga seminggu sekali, mengeringkan air di alas pot bunga, memperbaiki saluran air dan lain-lain.

  1. Mengoptimalkan peran serta masyarakat dalam mengimplementasikan Gerakan Satu Rumah Satu Jumantik (G1R1J) dengan menunjuk Juru Pemantau Jentik (Jumantik) di setiap rumah untuk memantau dan memastikan tidak ada jentik di rumah masing-masing.
  2. Melakukan penyuluhan kepada masyarakat secara terus-menerus melalui penyuluhan langsung dan/atau melalui media cetak dan/atau media elektronik. Penyuluhan difokuskan kepada pencegahan dan pengenalan tanda-tanda bahaya dengue (DBD), sehingga tidak terjadi keterlambatan dalam merujuk pasien sejak dari lingkungan masyarakat.
  3. Melakukan respons cepat terhadap laporan kasus Dengue. Fasyankes yang melayani atau merawat pasien dengue wajib dalam 3 jam sudah melaporkan kepada Dinas Kesehatan agar segera dilakukan tindakan penyelidikan epidemiologi dalam 1×24 jam.
  4. Melaksanakan seluruh kegiatan pencegahan dan pengendalian DBD secara efektif dan berkoordinasi dengan pihak terkait mengantisipasi peningkatan kasus DBD. Diharapkan partisipasi aktif dari masyarakat serta dukungan semua pihak dalam upaya ini dapat melaksanakan pengendalian penyebaran DBD di wilayah masing-masing.

Kemenkes juga telah mengeluarkan inovasi berbasis bukti untuk percepatan eliminasi dengue, di antaranya adalah teknologi nyamuk Aedes aegypti ber-Wolbachia dan penyediaan vaksin dengue. Teknologi nyamuk Aedes aegypti ber-Wolbachia merupakan upaya pelengkap strategi penanggulangan dengue di Indonesia. Teknologi wolbachia telah terbukti menurunkan insiden infeksi dengue 77,1% dan angka rawat inap 82,6%.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *