Mengungkap Bau Busuk Kasus Ilegal Logging Register 40

Lampung Selatan, MERATA.ID

Dugaan Kasus illegal logging yang pernah terjadi di Kawasan Register 40 dalam kewenangan wilayah UPTD KPH Gedung Wani bagaikan permainan pingpong. Pasalnya, sampai saat ini tidak ada transparansi terkait regulasi dan dimana barang bukti akan penyitaan hasil dugaan penebangan liar itu.

Saat dikonfirmasi oleh media merata.id, Kepala Satuan Polisi Kehutanan (Kasat Polhut) Dodi Hanafi, SH., MH mengatakan, dalam rangkaian penindakan dan pemeriksaan akan dugaan illegal logging yang pernah terjadi di kawasan register 40 di tahun 2021 sudah memiliki keputusan mutlak terkait sanksi yang diberikan.

‘’Ini kasus lama dan sudah diberikan sanksi administratif, pelanggaran penebangan diminta untuk menanam kembali pohon yang telah ditebang,’’ ujarnya.

Ia menyampaikan, untuk barang bukti pohon hasil penebangan tidak dilakukan penyitaan akan tetapi ditinggalkan di lokasi tersebut.

‘’Barang bukti nya ditinggalkan di lokasi, biar hancur disana,’’ jelasnya.

Sedangkan, berdasarkan perjelasan Hari Novianto, Kepala Balai Gakkum KLHK Wilayah Sumatera, yang mengatakan bahwa tindakan penebangan pohon yang masuk di dalam kawasan register merupakan tindakan pidana.

‘’Jelas itu pidana,’’ jelasnya.

Namun dirinya tidak bisa menjelaskan lebih detail terkait kasus illegal logging di kawasan register 40 dikarenakan pada waktu itu ditangani oleh pejabat sebelumnya.

“Saya tidak tau sejauh mana kasus itu, karena masih ditangani oleh Danpos (Komandan Pos – Baca) Gakkum yang sebelumnya,” terangnya.

Kemudian, ia menyarankan terkait dugaan kasus illegal logging yang pernah ditangani oleh Gakkum dapat diliat keseluruhan laporannya ke Dinas Kehutanan Provinsi Lampung.

‘’Ke bidang II saja, seluruh laporan (Berita Acara-Baca) sudah diserahkan ke Dinas,’’ jelasnya.

Menanggapi hal tersebut, Kepala UPTD KPH Gedung Wani, Dwi Maylinda, S. Hut., M. Si menambahkan, untuk kasus illegal logging yang terjadi di wilayah nya sudah sepenuhnya ditangani dan barang bukti telah dibawa ke Dinas Kehutanan Provinsi Lampung.

‘’Kayu-kayu nya sudah dibawa ke Dinas,’’ ujarnya.

Perlu diketahui, dugaan kasus illegal logging yang sempat ramai di media dan tersorot oleh lembaga serta organisasi masyarakat di tahun 2021 menjadi tanda tanya yang besar.

Menurut informasi terdapat 512 pohon jati dengan luasan tiga hektar yang telah ditebang oleh orang tidak bertanggung jawab di kawasan register 40 yang bertempat di Karang Rejo, Lampung Selatan.

Dengan mempersoalkan terkait mekanisme dan regulasi berdasarkan undang-undang nomor P.47/Menhut-II/2009 Tentang Perubahan Peraturan Menteri Kehutanan P.48/MENHUT-II/2006 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pelelangan Hasil Hutan Temuan, Sitaan dan Rampasan.

Dimana, seperti yang tertuang didalam ketentuan pasal 4 diubah, ayat (1) Peserta lelang hasil hutan kayu dan bukan kayu adalah : a. Perorangan dan b. Badan Usaha Milik Negara atau Swasta lalu ayat (4) Peserta lelang berupa badan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, wajib memiliki : a. Izin Usaha/SIUP dan b. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

Kemudian pada pasal 11 ayat (1) diubah, sehingga berbunyi di Pasal 11 ayat (1) Terhadap hasil hutan dan temuan, sitaan dan atau rampasan harus segera diusulkan dijual lelang melalui Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) setempat.

Lanjut, seperti pada ketentuan pasal 12 ayat (1) huruf a. Hasil hutan dalam jumlah 500 (lima ratus) mᶾ atau lebih, pengumuman lelang harus menggunakan media cetak dan atau elektronik nasional; dan huruf b. Hasil hutan dalam jumlah kurang dari 500 (lima ratus) mᶾ, pengumuman lelang cukup menggunakan media cetak dan atau elektronik setempat.

Lalu, pada ketentuan pasal 16 ayat (1) uang hasil lelang hasil hutan rampasan segera disetorkan ke Kas Negara oleh Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) yang menyelenggarakan pelelangan dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah pelelangan.
Maka itu, patut dipertanyakan kembali apakah sanksi yang telah didapatkan sudah memenuhi petunjuk sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Dikarenakan, jika penebangan di dalam kawasan register 40 apabila tidak mengikuti peraturan perundang-undangan dengan menerapkan sistem pelelangan, bisa dikatakan hal tersebut sebagai kerugian negara yang mana penindakan hukum semestinya mengikuti perundang-undangan kehutanan soal penyelenggaraan perlindungan hutan dan konservasi alam yang bertujuan menjaga hutan, kawasan hutan dan lingkungannya, agar fungsi lindung, fungsi konservasi, dan fungsi produksi, tercapai secara optimal dan lestari.

Maka itu, pelanggaran penebangan liar di kawasan hutan dapat dikenakan dalam ketentuan pidana penjara sampai dengan 10 (sepuluh) hingga 15 (lima belas) tahun penjara dan denda mencapai Rp.5.000.000.000 (lima miliar rupiah) hingga Rp.10.000.000.000 (sepuluh miliar rupiah). (Tim)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *