Bandar Lampung, MERATA.ID — Ketua Komisi IV DPRD Kota Bandar Lampung, Asroni Paslah, S.Pd., MM, angkat bicara menanggapi dugaan pungutan terselubung terhadap guru Pendidikan Agama Islam (GPAI) non ASN yang menerima insentif dari pemerintah pusat.
Ia menyebut praktik tersebut mencederai semangat kesejahteraan yang menjadi komitmen Presiden Prabowo Subianto terhadap tenaga kependidikan.
“Bagaimanapun ini adalah komitmen pemerintah pusat, dari Presiden Prabowo Subianto, dalam mensejahterakan tenaga kependidikan, khususnya non ASN. Tidak dibenarkan apabila ada pungutan dalam bentuk apapun. Urusan organisasi itu urusan lain, tidak boleh dicampuradukkan,” tegas Asroni saat dimintai tanggapan, Jumat (25/07/2025).
Sebelumnya, mencuat informasi bahwa sejumlah guru non ASN penerima dana insentif diminta menyisihkan sebagian dana mereka kepada pihak yang mengklaim telah “berjasa” mengupayakan pencairan insentif, melalui imbauan dalam grup WhatsApp.
“Itu Bukan Jasa, Itu Sama Saja Pungli”
Asroni menilai, permintaan dana yang didasari alasan “jasa” karena membantu memperjuangkan insentif adalah logika yang keliru. Menurutnya, tidak ada dasar hukum yang membenarkan pengaitan antara iuran organisasi dengan keberhasilan pencairan dana insentif dari negara.
“Kalau ada iuran organisasi, ya tidak bisa dikaitkan dengan jasa karena merasa telah membantu guru mendapat insentif. Aturannya dari mana itu? Kecuali ada surat resmi yang berkaitan dengan kebutuhan organisasi. Bukan karena merasa berjasa,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia mempertanyakan siapa yang sebenarnya memiliki “jasa” hingga merasa berhak meminta imbalan kepada para guru.
“Apa yang dibantu? Memangnya siapa yang berjasa sampai bisa minta imbalan kepada guru yang menerima insentif dari pemerintah pusat?” lanjutnya dengan nada tegas.
Desakan Transparansi dan Mekanisme Formal
Meski ada klaim bahwa iuran tersebut merupakan hasil kesepakatan rapat dan tercantum dalam Anggaran Rumah Tangga (ART) organisasi, Asroni menegaskan bahwa harus ada transparansi, kejelasan tujuan, dan legalitas formal.
“Kalau memang itu iuran organisasi dan tercantum dalam ART, ya silakan saja. Tapi harus jelas diperuntukkan untuk apa dan harus transparan. Tidak semua guru punya pemikiran yang sama. Apakah benar itu disepakati semua anggota? Apakah ada berita acara rapat yang sah? Kalau tidak, ya itu sama saja pungli,” tuturnya.
Ia juga menolak keras jika pola iuran liar ini dikaitkan dengan program presiden.
“Kalau dikaitkan dengan program kesejahteraan guru dari Presiden Prabowo, ya sama saja itu mengalihkan manfaat program ke organisasi. Itu tidak dibenarkan,” tandasnya.
Himbauan: “Kalau Organisasi, Harus Ada Surat Resmi”
Di akhir pernyataannya, Asroni menghimbau agar setiap bentuk iuran organisasi disampaikan secara tertulis, dengan format resmi, dan ditandatangani oleh pengurus. Ia menolak praktik yang hanya dilakukan melalui percakapan di grup WhatsApp tanpa kejelasan hukum.
“Kalau memang berbicara organisasi, bukan seperti itu caranya. Harus ada surat resmi, ditandatangani pengurus, dan disesuaikan dengan AD/ART organisasi. Jangan hanya lewat chat WA liar seperti itu. Harus jelas!” pungkasnya. (MRA)