Keraton Jogjakarta Tuntut Keadilan Gugat PT KAI Ganti Rugi Rp.1000

 

MERATA.ID – Keraton Yogyakarta mengajukan gugatan terhadap PT Kereta Api Indonesia (KAI) di Pengadilan Negeri Yogyakarta atas dugaan pencaplokan tanah Sultan Ground. Gugatan ini menuntut ganti rugi simbolis sebesar Rp 1.000, yang dimaknai sebagai filosofi “nyuwun sewu” atau meminta izin. Gugatan ini, menurut Keraton, merupakan upaya untuk melindungi hak ulayat dan tanah adat dengan mencerminkan kebijaksanaan budaya Jawa dalam menangani konflik.  Gugatan ini, dengan jumlah yang sangat kecil, dirancang bukan sebagai tuntutan material, tetapi untuk menonjolkan aspek moral dan simbolik dari penghormatan terhadap hak adat yang memiliki nilai historis, kultural, dan simbolis bagi masyarakat Yogyakarta.

Dilansir dari Tempo.co, Sultan Ground merujuk pada tanah yang secara adat dan tradisi diakui sebagai bagian dari hak milik Keraton Yogyakarta. Keraton menuduh PT KAI telah mengklaim tanah tersebut sebagai aset perusahaan tanpa adanya persetujuan resmi. Langkah ini dianggap melanggar hak adat serta melibatkan aspek hukum yang perlu diselesaikan melalui pengadilan.

Pihak Keraton berharap melalui gugatan ini, status hukum tanah Sultan Ground dapat dikembalikan sesuai dengan prinsip adat dan tradisi Keraton. Gugatan ini juga diharapkan menjadi pengingat bagi pihak-pihak yang memiliki kepentingan terhadap tanah adat, untuk lebih menghormati nilai-nilai tradisional dan budaya lokal.

Di sisi lain, langkah Keraton ini memicu perdebatan di kalangan masyarakat. Banyak pihak menilai bahwa Sultan Yogyakarta menunjukkan kecerdasan politik melalui gugatan ini. Jika PT KAI membayar tuntutan Rp 1.000, maka hal tersebut akan dianggap sebagai pengakuan atas kelalaian perusahaan dalam mengelola aset yang bukan haknya. Sebaliknya, jika PT KAI menolak membayar, maka akan muncul persepsi negatif bahwa perusahaan sebesar itu tidak mampu memenuhi tuntutan yang bernilai kecil. Strategi ini disebut-sebut sebagai cara Keraton menekan PT KAI secara moral dan politik tanpa menimbulkan konfrontasi langsung.

Hingga berita ini ditulis, PT KAI belum memberikan tanggapan resmi terkait gugatan tersebut. Kasus ini pun semakin menarik perhatian publik karena menyangkut isu kepemilikan tanah di Yogyakarta, wilayah yang kerap menghadapi konflik serupa terkait tanah adat. Dalam berbagai kesempatan, Keraton selalu menegaskan pentingnya menjaga warisan budaya dan hak-hak tradisional, termasuk melalui jalur hukum seperti ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed