UPTD KPH Dinas Kehutanan Provinsi Lampung Diduga Tabrak Permen LHK Soal Kerjasama Pemanfaatan Hutan di Register 40

Lampung Selatan – Unit Pelayanan Terpadu Kesatuan Pengelolaan Hutan (UPTD KPH) Dinas Kehutanan Provinsi Lampung diduga menabrak Peraturan Menteri Tentang kerja sama pemanfaatan hutan lindung atau produksi di kawasan Register 40, Lampung Selatan.

Dugaan ini muncul dikarenakan adanya penandatanganan Memorandum Of Understanding (MOU) antara pemilik pengusaha ternak ayam dengan Kepala UPTD KPH Gedung Wani di tahun 2020.

Yang mana berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.49/MENLHK/SETJEN/KUM.1/9/2017 Tentang Kerjasama Pemanfaatan Hutan tertuang dalam didalam BAB VI Tentang Tata Cara Kerja Sama Pemanfaatan Hutan didalam Pasal 14 semestinya kerja sama pemanfaatan ditandatangani oleh Kepala Dinas/Gubernur/Direktur Jenderal Kementerian sesuai dengan peruntukkannya.

Selain itu, dalam kerjasama pemanfaatan hutan harus mempunyai Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP) dan Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Pendek (RPHJPD) yang telah ditandatangani oleh pejabat berwenang dan juga sudah menerangkan PPK-BLUD.

Maka itu, patut dipertanyakan mengapa didalam penandatanganan MOU dalam kerja sama pemanfaatan hutan lindung atau produksi di kawasan Register 40, Lampung Selatan dapat ditandatangani oleh Kepala UPTD KPH Gedung Wani.

Dimana fungsi Kepala UPT berdasarkan pasal 20 ayat 2 ialah selain melakukan evaluasi dapat juga melakukan bimbingan teknis, fasilitasi dan pemantauan terhadap pelaksana kerja sama.

Saat dikonfirmasi oleh media ini soal bagaimana mekanisme perizinan peternakan ayam di kawasan hutan Register 40, Kepala UPTD KPH Gedung Wani, Dwi Malinda, S. Hut., M. Si menyampaikan bahwa izin usaha dalam bidang Kehutanan adalah ranah Kementerian Kehutanan.

“Kami hanya memfasilitasi saja, yang para pelaku usaha punya itu hanya izin dari kabupaten saja padahal status tanah adalah kawasan hutan,” ujarnya.

Selain itu, Kasi PKSDAE, Tommy Dacosta juga menegaskan, bahwa para pelaku usaha khususnya di wilayah Provinsi Lampung yang memasuki tanah hutan lindung Register 40, Lampung Selatan secara aturan perizinan menjadi ranah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

“Kami tidak bisa memberikan izin atau rekomendasi, karena rekomendasi hanya bisa dikeluarkan oleh Gubernur dan perizinan oleh Kementerian Kehutanan,” tegasnya.

Akan tetapi, menurut salah satu Peternakan Ayam, Susanto menyampaikan bahwa dalam menjalankan usaha di kawasan Register 40 sudah mengikuti aturan yang ditetapkan oleh UPTD KPH.

“Kalau dari Kehutanan kami sudah pegang izinnya,” katanya, Selasa (27/11/24).

Namun, saat menunjukkan surat izin, ternyata surat yang dikeluarkan oleh UPTD KPH adalah sebuah surat yang menyatakan sebuah pemanfaatan kerjasama yang ditandatangani oleh pemilik dan Kepala UPTD KPH.

“Memang mereka tidak mengeluarkan izin, tetapi dasar saya melanjutkan operasional ini adalah surat kerjasama dan itu sudah dari tahun 2020,” terangnya.

Lalu, soal dikumpulkan para peternak untuk membahas terkait kerjasama pemanfaatan hutan, ia membenarkan bahkan sudah beberapa kali melakukan pembayaran untuk sewa menyewa pemanfaatan hutan ke UPTD KPH.

“Ada beberapa peternak di kawasan ini yang dikumpulkan ke Kehutanan, membahas soal kerjasama sewa menyewa pertahun, saya sudah bayar dua kali ke UPTD,” ujar susanto.

Sedangkan, berdasarkan Peraturan Menteri Tentang Pemanfaatan Kerja Sama Kehutanan, didalam BAB VI Tentang Tata Cara Kerja Sama Pemanfaatan Hutan yang tertuang dalam Bagian Ketiga soal Prosedur Kerja Sama Pasal 11, yakni :

(1) BUM Desa, koperasi setempat, UMKM, BUMD, BUMN atau BUMSI mengajukan permohonan secara tertulis dengan melampirkan proposal kerja sama.
(2) Permohonan untuk BUM Desa, koperasi setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diajukan kepada Kepala Dinas Provinsi dengan tembusan kepada Kepala UPT dan Kepala KPHL atau Kepala KPHP.
(3) Permohonan untuk UMKM atau BUMD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada Gubernur dengan tembusan kepada Kepala Dinas Provinsi, Kepala
KPHL atau Kepala KPHP dan Kepala UPT.
(4) Permohonan untuk BUMN atau BUMSI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada Menteri dengan tembusan kepada Gubernur u.p. Kepala Dinas Provinsi, Kepala KPHL atau KPHP dan Kepala UPT.
(6) Penyusunan proposal kerja sama untuk BUM Desa, koperasi setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat difasilitasi oleh Kepala KPHL atau Kepala KPHP
dan/atau UPT Kementerian terkait

Kemudian, tertuang dalam Pasal 12 :
(1) Kepala Dinas Provinsi/Gubernur/Menteri setelah menerima permohonan kerja sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) melakukan penilaian proposal kerja sama melalui tim penilai.
(2) Dalam hal hasil penilaian proposal kerja sama dinilai layak maka Kepala Dinas Provinsi/Gubernur/Menteri menindaklanjuti ke tahap penyiapan naskah perjanjian kerja sama.
(3) Dalam hal hasil penilaian proposal kerja sama dinilai tidak layak maka
Kepala Dinas Provinsi/Gubernur/Menteri memberitahukan kepada pihak pemohon bahwa permohonan kerja samanya ditolak.
(4) Tata cara penilaian dan kriteria penilaian proposal kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(5) Dalam hal permohonan kerja sama untuk BUM Desa, koperasi setempat, penilaian proposal kerja sama tanpa melalui tim penilai.

Selanjutnya, pada Pasal 14 :
(1) Perjanjian kerja sama pemanfaatan hutan pada KPH dengan BUM Desa, koperasi setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf c dan huruf d, ditandatangani oleh Kepala Dinas Provinsi dan mitra kerja sama.
(2) Perjanjian kerja sama pemanfaatan hutan pada KPH dengan UMKM dan BUMD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf e dan huruf f, ditandatangani oleh Gubernur dan mitra kerja sama.
(3) Perjanjian kerja sama pemanfaatan hutan pada KPH dengan BUMN dan BUMSI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf g dan huruf h, ditandatangani oleh Direktur Jenderal sesuai dengan kewenangannya atas nama Menteri dan mitra kerja sama.
(4) Perjanjian kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), setelah penandatanganan wajib dilaporkan kepada Menteri c.q. Direktur Jenderal oleh Kepala Dinas Provinsi. (Tim)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *