BEM Unila Desak Presiden Prabowo Copot Menteri Problematis dan Kapolri Usai Tragedi Kematian Affan Kurniawan

Bandarlampung, MERATA.ID – Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Lampung (Unila) periode 2025, M. Ammar Fauzan, menyampaikan pernyataan sikap tegas dalam aksi unjuk rasa di depan DPRD Provinsi Lampung, Senin (1/9/2025). BEM Unila mendesak Presiden Prabowo Subianto segera mencopot menteri-menteri problematis serta memecat Kapolri.

Pernyataan ini lahir dari refleksi atas gelombang aksi massa pada 25–28 Agustus 2025 di berbagai kota besar Indonesia. Bagi Ammar, gelombang perlawanan rakyat bukan sekadar ledakan spontan, melainkan akumulasi panjang kekecewaan publik terhadap negara yang gagal memenuhi janji demokrasi, keadilan, dan kesejahteraan.

“Mahasiswa, buruh, petani, dan masyarakat sipil turun ke jalan karena ruang dialog yang seharusnya dijamin negara telah lama ditutup rapat oleh kekuasaan yang anti kritik. Dan di balik perlawanan itu, bangsa ini kembali berduka: Affan Kurniawan, seorang anak bangsa, meregang nyawa dalam pusaran aksi,” tegas Ammar.

Menurutnya, gugurnya Affan bukanlah insiden biasa, melainkan tragedi politik yang memperlihatkan wajah asli negara: kekerasan yang dilembagakan. Aparat kepolisian yang seharusnya menjadi pelindung rakyat justru bertindak represif, menambah panjang daftar korban demokrasi di Indonesia.

Tiga Sikap Politik BEM Unila

Atas situasi tersebut, BEM Unila menegaskan sikap politik:

1. Presiden Prabowo harus segera mencopot menteri-menteri problematik. Kabinet bukan panggung transaksi politik, melainkan instrumen kerja rakyat. Membiarkan menteri gagal bertahan sama saja dengan pengkhianatan terhadap amanat rakyat.

2. DPR RI harus dievaluasi menyeluruh. Saat ini DPR dinilai abai, lebih tunduk pada oligarki ketimbang jeritan rakyat. Ketua partai politik wajib menindak kader yang mengkhianati fungsi representasi. Jika tidak, DPR akan semakin terjebak dalam krisis legitimasi.

3. Presiden harus segera memecat Kapolri. Represifitas aparat dalam aksi 25–28 Agustus 2025, yang berujung pada kematian Affan, menjadi bukti nyata kegagalan kepolisian menjaga amanat konstitusional.

Suara Mahasiswa adalah Suara Rakyat

BEM Unila menegaskan, suara mahasiswa bukanlah ancaman negara, melainkan suara nurani bangsa sebagai kontrol moral atas kekuasaan. Menjawab kritik dengan kekerasan hanya memperlihatkan betapa rapuhnya fondasi demokrasi.

“Kematian Affan adalah alarm keras bagi Presiden Prabowo dan elit politik. Bila mereka masih menutup telinga atas tuntutan rakyat, sejarah akan mencatat rezim ini sebagai rezim yang gagal mengurus bangsa,” pungkas Ammar.

BEM Unila menutup sikapnya dengan penegasan: mereka akan terus berdiri di barisan rakyat, bersuara tanpa takut, dan melawan segala bentuk penindasan demi mewujudkan demokrasi sejati. (Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *