Bandar Lampung, MERATA.ID — Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Intan Lampung menggelar Webinar Internasional bertema Islam, Law, and The Transformation of Civilization, Rabu (29/10/2025). Kegiatan ini menjadi tindak lanjut kerja sama antara UIN Raden Intan Lampung dengan sejumlah perguruan tinggi luar negeri, dengan menghadirkan pembicara dari Yordania dan Thailand.
Acara berlangsung secara daring dan menghadirkan dua narasumber utama, yakni Prof. Abd Al-Rahman Al-Kilani, Dekan Fakultas Syariah University of Jordan, serta Dr. Bandit Aroman dari Department of Liberal Arts, Krirk University, Thailand.
Rektor UIN Raden Intan Lampung Prof. H. Wan Jamaluddin Z., M.Ag., Ph.D., dalam sambutannya yang disampaikan secara terpisah dari kegiatan AICIS+ di Depok, menyampaikan apresiasi atas penyelenggaraan webinar ini.
Ia menegaskan bahwa Islam, hukum, dan peradaban merupakan tiga konsep yang saling berkaitan erat. Menurutnya, syariah dalam pandangan Islam tidak hanya mengatur soal ibadah, tetapi menjadi pedoman hidup yang memengaruhi tatanan ekonomi, politik, dan budaya masyarakat.
Ia menambahkan, transformasi peradaban terjadi ketika prinsip-prinsip hukum dan etika Islam diterapkan untuk menegakkan keadilan dan kesejahteraan sosial.
Menurutnya, ajaran Islam yang menekankan kesetaraan, persatuan, dan kesejahteraan sosial telah menjadi kekuatan pendorong transformasi sosial dan ekonomi, menggantikan sistem yang tidak adil seperti feodalisme menuju tatanan yang lebih egaliter.
Rektor menjelaskan, hukum Islam memiliki sejumlah peran kunci dalam membentuk peradaban, di antaranya menjaga moral individu dan sosial, mendorong perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, menegakkan keadilan sosial, merespons perubahan zaman, serta memberi kontribusi terhadap sistem hukum nasional.
Ia menambahkan, Islam juga memberi ruang luas bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan. “Memahami hukum Islam berarti memahami bagaimana ia membentuk peradaban,” tegasnya.
Rektor menyambut para narasumber dan peserta webinar, seraya berharap forum internasional ini melahirkan pemikiran solutif dan membuka peluang kolaborasi akademik lintas negara.
Selanjutnya, Prof. Abd Al-Rahman Al-Kilani memaparkan bagaimana syariat Islam berperan dalam membentuk peradaban dan sistem hukum global. Ia menjelaskan bahwa Islam tidak hanya mengatur ibadah, tetapi juga memberi landasan terhadap sistem hukum yang berlaku di berbagai negara, baik di dunia Islam maupun di tingkat internasional.
Menurutnya, tantangan besar yang dihadapi umat Islam saat ini adalah dominasi hukum Barat di negara-negara yang mayoritas penduduknya muslim. Hal ini menuntut para pemikir dan ulama untuk menghadirkan solusi agar syariat Islam tetap relevan, karena syariat tidak hanya berlaku pada masa tertentu, tetapi untuk setiap zaman.
Dalam sesi tanya jawab, Prof. Abd Al-Rahman menanggapi kritik bahwa syariat Islam dianggap tidak sesuai dengan perkembangan zaman. Ia menegaskan bahwa dalam syariat terdapat ajaran yang bersifat tetap dan tidak bisa diubah, namun ada juga yang bersifat fleksibel dan dapat menyesuaikan kebutuhan zaman.
Yang penting, lanjutnya, penerapannya harus melalui persiapan yang matang, termasuk pemberian pemahaman dan kesejahteraan kepada masyarakat agar hukum dapat diterima secara adil.
Ia juga menjawab pertanyaan soal kaidah-kaidah fikih klasik seperti, apakah masih relevan saat ini? Menurutnya, kaidah tetap berlaku, hanya penerapannya yang dapat disesuaikan.
Terkait isu ekonomi Islam, ia menyinggung praktik perbankan syariah seperti penalti bagi nasabah yang terlambat membayar utang. Mayoritas ulama melarang praktik ini, namun ada solusi syariah yang telah diterapkan di beberapa lembaga keuangan.
Sementara itu, Dr. Bandit Aroman memaparkan hasil penelitiannya mengenai praktik hukum Islam di Thailand dengan topik How Islamic Law is Practiced in Thailand: Observation of the Muslim Society. Ia menjelaskan bahwa umat Muslim di Thailand mencakup sekitar 4–6% dari populasi, terdiri atas dua kelompok besar: Muslim Melayu di wilayah selatan dan Muslim berbahasa Thai di wilayah lain.
Thailand menerapkan sistem hukum ganda (dual legal system) yang terdiri dari hukum sekuler dan hukum Islam. Penerapan hukum Islam dibatasi pada urusan keluarga dan warisan bagi umat Muslim.
Dr. Bandit juga menyoroti sejarah penerapan hukum Islam di Thailand Selatan sejak tahun 1901, serta peran penting lembaga Dato Yutitham yakni hakim khusus yang ahli dalam hukum Islam dan menjadi penghubung antara sistem hukum nasional dan prinsip syariah.
Ia menyampaikan bahwa sistem ini menjadi contoh model toleransi beragama di Asia Tenggara. “Meskipun sebagai minoritas, komunitas Muslim di Thailand mampu mempertahankan identitas sosial dan keagamaannya, sekaligus berkontribusi pada pembangunan nasional,” jelasnya.
Sementara itu, Dekan Fakultas Syariah UIN Raden Intan Lampung, Dr. Efa Rodiah Nur, M.H., juga turut menjadi pembicara. Ia membawakan materi berjudul RUU Perampasan Aset dalam Perspektif Maqāṣid Syarī‘ah: Rekonstruksi Normatif dan Kelembagaan untuk Menjamin Keadilan Prosedural dalam Mekanisme Non-Conviction Based.
Menurut Dr. Efa, RUU Perampasan Aset memiliki legitimasi kuat dalam prinsip maqāṣid syarī‘ah, khususnya dalam menjaga harta (ḥifẓ al-māl) dan kemaslahatan publik. “Isu regulasi ini sangat urgen, karena tindak pidana korupsi bersifat sistemik dan berdampak besar terhadap kesejahteraan masyarakat,” ujarnya.
Ia menegaskan perlunya keseimbangan antara prinsip ḥifẓ al-māl dan ḥifẓ al-nafs melalui penerapan keadilan prosedural. Model rekonstruksi yang ditawarkannya mencakup dua aspek utama: mitigasi risiko pelanggaran HAM dan tata kelola kelembagaan yang akuntabel. Dengan integrasi nilai-nilai maqāṣid syarī‘ah, RUU ini diharapkan dapat menjadi instrumen hukum yang adil, efektif, dan menjamin keadilan sosial.
Webinar internasional ini menjadi bagian dari upaya UIN Raden Intan Lampung memperkuat kolaborasi akademik lintas negara dan memperluas peran Fakultas Syariah dalam diskursus hukum Islam dan pembangunan peradaban global. (*)










